WISATA MANFAAT

Menuangkan informasi tentang kepariwisataan Indonesia yang kaya akan keragaman alam dan budaya. Turut pula memberikan kemudahan dalam melayani customer wisata (tourist) baik domestik maupun internasional untuk welcome (datang) ke Indonesia. Dimulai dari Malang Raya menyebar hingga Nusantara

Rabu, 03 Mei 2017

ETIKA SEORANG MUSLIM: Etika Menjenguk Orang Sakit



ETIKA SEORANG MUSLIM
“Etika Menjenguk Orang Sakit”
Kajian di Masjid Al-Ghifari, Griya Shanta Jl. Soekarno Hatta Kota Malang
Oleh: Ust. Abdullah Shalih Hadhromi
Tanggal: 7 Sya’ban 1438 H / 3 Mei 2017

Islam adalah merupakan konsep hidup yang Syamil dan Kamil yaitu universal (mencangkup semuanya) dan sempurna termasuk dalam menjenguk orang yang sakit. Adab-adab orang menjenguk orang sakit adalah:
1.       Hendaknya tidak berlama-lama dalam berkunjung atau menjenguk serta mencari waktu yang tepat untuk berkunjung dan tidak menyusahkan orang yang sakit bahkan berupaya untuk menghibur dan membahagiakannya.
Kita tidak perlu berlama-lama dalam menjenguk orang sakit, poin utamanya kita menunjukkan kepedulian kepadanya atas sakitnya, dikecualikan bila memang yang sakit meminta kita berlama-lama dengannya maka kita hendaknya menuruti permintaannya.
Hal yang perlu diperhatikan juga harus melihat dan memperkirakan waktu berkunjung yang tepat, yaitu tidak di waktu istirahatnya atau waktu dimana orang yang sakit sedang melakukan aktifitas yang tidak dapat diganggu oleh orang lain selain orang-orang tertentu. Selain itu penjenguk juga harus menghibur yang sakit bahkan menyenangkan dan berusaha membahagiakan yang sakit.
2.       Hendaknya mendekat kepada yang sakit dan menanyakan keadaan dan penyakit yang dirasakan/dideritakannya, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Disunnahkan untuk penjenguk mendekat kepada yang sakit, dikecualikan bila memang Si Sakit menderita penyakit yang menular atau pada saat tidak dapat dikunjungi dari dekat.
Kita juga memperhatikan bahwa tabiat/sifat orang berbeda-beda, ada orang sakit yang apabila dijenguk senang, namun adapula orang yang sakit namun orang tersebut tidak senang apabila orang mengetahui dirinya sakit apalagi menjenguknya sehingga dia tidak ingin dijenguk.
Menghadapi hal ini maka kita harus peka terhadap tabiat Si Sakit, kalau memang Si Sakit bertabiat tidak senang dijenguk, maka kita tidak perlu menjenguknya, hal ini karena bertentangan dengan tujuan menjenguk Si Sakit yaitu menghiburnya, namun dengan kedatangan kita, maka Si Sakit malah semakin menderita dan tidak nyaman dan ini dihindari.
3.       Mendoakan semoga cepat sembuh, dibelas kasihi Allah, dan disehatkan. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, “Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya bila menjenguk orang sakit beliau mengucapkan Laa ba’sa, taghurun insya Allah (Tidak mengapa, menjadi penggugur dosa insyaa Allah).” (Hadits Riwayat Bukhari) dan berdoa untuk oran sakit tiga kali sebagaimana dilakukan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Boleh juga berdoa dengan doa yang lebih mudah, yaitu “Allahumma Isyfi Fulan/ah (3x)” (Wahai Allah, sembuhkan Si Fulan/ah (3x)).
4.       Mengusap orang yang sakit dengan tangan kanannya dan berdoa (artinya) “Hilangkan kesengsaraan dari penyakit ini Wahai Rob manusia, sembuhkanlah Engkau adalah Maha Penyembuh. Tiada kesembuhan kecuali kesembuhan dariMu, sembuhkanlah dengan kesembuhan yang tidak ada penyakit lagi.” (Muttafaqun ‘alaihi).
Mengusap orang yang sakit, maksudnya mengusap bagian yang terasa sakit pada Si Sakit.
Orang yang beriman tidak pernah berputus asa dalam doa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana kita dapat menarik pelajaran dari Nabi Zakaria, sebagaimana beliau sudah sangat tua namun tidak pula diberikan anak. Secara logika beliau tidak mampu untuk memiliki anak di usia itu, karena istrinya pun juga sudah tidak produktif lagi. Tetapi beliau tidak pernah berputus asa untuk berdoa kepada Allah. Salah satu doanya diabadikan dalam Surat Maryam: 4 (artinya) “Ia berkata "Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku.” (QS. Maryam: 4)
Nabi Zakaria dalam kondisi yang disadarinya yaitu telah tua, lemah dan tidak bergairah sebagaimana pemuda tetap yakin kepada Allah bahwa Allah mendengar doanya, beliau meminta anak kepada Allah.
Orang yang beriman tidak pernah berputus asa dari apa yang Allah anugerahkan atas doa yang kita pinta termasuk kesembuhan atas penyakit yang mustahil kelihatannya untuk disembuhkan. Ada sebuah kisah yang disampaikan oleh seorang Ulama di Madinah, kisahnya adalah:
“Bahwa ada seorang istri yang tertular virus HIV dari suaminya. Suaminya adalah orang yang nakal suka berzina, dan istrinya tertular penyakit suaminya. Dokter memberitahukannya secara medis bahwa usianya tidak lama lagi, namun sang istri tidak berputus asa dan berkonsultasi ke beberapa ulama. Kemudian ada ulama yang menasehatinya untuk mengamalkan 3 (tiga) amalan: (1) Usahakan kamu selalu memiliki wudhu, bahkan tidak batal pun wudhu; (2) Bershodaqoh ikhlas karena Allah, jangan diniatkan ingin sembuh di awal niatannya; (3) Banyak memuji Allah dan banyak mengucapkan Alhamdulillah. Setelah diamalkan amalan-amalan itu, Si Ibu tersebut merasa enak dan check up, ternyata virus HIV-nya hilang, yang membuat dokter yang menanganinya tercengang.”
Ada pula Syaik dari Madinah bercerita, kisahnya,
“Bahwa ada seorang laki-laki yang terkenda narkoba, dia sakit parah karena narkoba tersebut. Merasa bahwa dia akan meninggal, maka dia bertaubat kepada Allah. Kemudian dia berangkat Umroh di Bulan Ramadhan. Setelah selesai Umroh, dia minum Air Zam-zam sebanyak-banyaknya dan sekenyang-kenyangnya, ini memang disunnahkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Akhirnya dia keluar Masjid dan muntah dengan warna yang sangat hitam. Kemudian ia meminum lagi Air Zam-zam dengan sangat banyak dan sangat kenyang, kemudian dia keluar lagi muntah lagi dan hitam lagi dan merasakan kenyamanan yang luar biasa. Kemudian dia pulang ke kampungnya dan melakukan general check up, yang terjadi penyakitnya hilang.”
5.       Mengharapkan kesembuhannya, dan jangan mengatakan “tidak mungkin kamu bisa sembuh”, serta tidak diperkenankan mengharapkan kematiannya.
Tatkala Allah sayang kepada hambaNya maka hambaNya itu diuji, berbeda dengan manusia. Ujian penyakit merupakan salah satu bentuk kasih sayang Allah. Syaratnya harus ridho dengan penyakitnya, karena bila kita murka Allah pun murka.
Kita juga harus menasehati orang tersebut agar tidak meminta mati, dan kita pula yang menjenguk tidak diperkenankan untuk mengharapkan kematiannya.
Meminta mati ada larangannya dan ada juga anjurannya. Dalam sebuah hadits disebutkan, “Janganlah salah seorang engkau menginginkan karena sebuah bencana yang kalian derita (maksudnya adalah bencana materi duniawi)”. Kalau terpaksa juga ingin mati, maka Rasulullah mengajarkan sebuah doa (artinya), “Yaa Allah hidupkan hamba bila hidup itu baik bagi hamba, dan matikan hamba bila mati itu baik bagi hamba.” Maka minta mati seperti ini boleh dilakukan karena khawatir agamanya rusak karena fitnah yang ada.
Dalam hal Fitnah, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan doa, “Yaa Allah, bila Engkau akan menimpakan fitnah kepada suatu kaum, maka wafatkan hamba untuk menghindari fitnah tersebut.”
6.       Hendaknya mentalkinnya kalimat Syahadat bila melihat ajalnya telah hampir tiba (saat sakaratul maut), memejamkan kedua matanya. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Talkinkanlah orang yang akan meninggal di antara kamu dengan kalimat Laa ilaha ilallah” (Hadits Riwayat Muslim).
Talkin ini dilakukan apabila menjelang wafat (saat sakaratul maut) tidak dilakukan bila tidak demikian. Talkin yang benar adalah dengan talkin yang pelan dan lembut. Talkin dilakukan di dekat telingannya secara lembut dan pelan.
Talkin dihentikan tatkala dia sudah berkata laa ilaha ilallah. Talkin dilakukan kembali apabila yang menjelang wafat berbicara yang lainnya (seperti aduh atau yang lebih dari itu). Tujuan dari talkin adalah, agar diharapkan akhir kalamnya (pembicaraannya) dalam hidupnya di dunia adalah laa ilaha ilallah, karena Allah menjaminnya ampunan dan syurga.
Berkembang pendapat di masyarakat bahwa talkin kepada orang yang meninggal adalah dengan kalimat Allah, Allah, karena takut nanti apabila mati terakhir yang diucapkan adalah Laailaha (tiada Tuhan), karena dia sudah tidak kuasa untuk mengucapkan ilallah (kecuali Allah). Maka ini adalah pendapat yang kurang tepat, talkin tetaplah dilakukan dengan ucapan Laa ilaha ilallah, andaikan pun tatkala meninggal tidak lanjut mengucapkannya, maka hal ini adalah karena di luar kekuatan manusia, dan itu tidak ada dosa karena dia meniatkan mengucapkan laa ilaha ilallah. Allah Maha Tahu dan Maha Pengampun, sedangkan kekhawatiran manusia hanyalah logika yang ada.
Godaan paling hebat yang dilakukan setan kepada manusia adalah godaan pada saat sakaratul maut, maka apabila manusia saat hidupnya, kuatnya, sehatnya saja kalah dengan setan dalam menggoda manusia apalagi saat sakaratul maut. Setan hadir untuk menggoda iman orang-orang yang sakaratul maut ini.
Manusia meninggal kebanyakannya adalah sesuai dengan saat apa yang dia sering lakukan dalam hidupnya. Maka tatkala kita sering melakukan amalan kebaikan, maka insyaa Allah kita mati dalam keadaan kebaikan itu. Begitupula sebaliknya, na’udzubillah min dzaalik.
Kemudian orang sakit juga diminta untuk bertaubat kepada Allah, namun konteks taubat di sini sendiri tidak menunggu tatkala seseorang sakit atau menjelang ajal.
Allahu a’lam bish shawwab
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Suara Nada Islami

0 komentar:

Posting Komentar

Kolom Komentar

Livechat