WISATA MANFAAT

Menuangkan informasi tentang kepariwisataan Indonesia yang kaya akan keragaman alam dan budaya. Turut pula memberikan kemudahan dalam melayani customer wisata (tourist) baik domestik maupun internasional untuk welcome (datang) ke Indonesia. Dimulai dari Malang Raya menyebar hingga Nusantara

Rabu, 26 April 2017

ETIKA BERTAMU



SYARAH ETIKA SEORANG MUSLIM
Pembahasan: Etika Bertamu
Oleh: Ust. Abdullah Shalih Hadhromi
Tempat: Masjid Abu Dzar Al-Ghifari-Griyashanta Kota Malang
Tanggal: 30 Rajab 1438 / 27 April 2017

Berkata penulis Kitab, “Etika bertamu untuk orang yang mengundang”
A.      Etika Bertamu Bagi Tuan Rumah / Pengundang
1.       Hendaknya mengundang orang-orang yang bertakwa bukan orang yang fasik, Rasulullah bersabda, “Janganlah kamu bersahabat kecuali dengan orang Mukmin dan janga memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa.” (HR Ahmad disahihkan oleh Al-Albani).
Dalam hadits tersebut ada dua makna yang sangat penting, yaitu yang pertama adalah teman, karena teman pengaruhnya sangat besar bagi kehidupan kita. Apabila kita ingin mengetahui siapa kita maka kita perhatikan teman kita. Rasulullah bersabda, “Teman itu adalah menarik kita.” Rasulullah bersabda, “Seseorang itu mengikuti agama sahabatnya, perhatikan siapa sahabatmu.” Sebagaimana dalam Islam bahwa setiap bayi yang lahir dianggap fitrah, Rasulullah bersabda, “Setiap orang yang baru lahir adalah fitrah, orang tuanyalah yang mengeluarkan dia dari fitrah menjadikan Yahudi, Nasrani atau Majusi.”
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam juga mengumpamakan, “Bahwa perumpamaan teman yang baik dengan yang buruk seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. Teman yang baik seperti penjual minyak wangi dan yang buruk seperti pandai besi. Penjual minyak wangi atas kalian adalah memiliki tiga kemungkinan, pertama kalian akan diberi minyak wangi, atau kalian membelinya, atau kalian tidak diberi juga tidak membelinya namun terciprat bau wanginya. Adapun pandai besi boleh jadi baju kalian akan terpercik apinya dan terbakar atau kamu terkena bau tidak sedapnya.”
Sehingga penting sekali untuk mencari teman yang baik.
Jangan memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa, ini adalah larangan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Diperbolehkan mengundang mereka bila diniatkan untuk mengambil hatinya.

2.       Jangan hanya mengundang orang-orang kaya untuk datang dan mengabaikan orang fakir, Rasulullah bersabda, “Seburuk-buruk makanan adalah makanan (walimah) yang hanya diperuntukkan kepada orang-orang kaya dengan mengabaikan orang-orang fakir.”
Walaupun konteksnya walimah/perayaan pernikahan, namun berlaku untuk semua undangan makan.

3.      Undangan jamuan hendaknya tidak dibiarkan untuk berbangga-bangga dan berfoya-foya tetapi hendaknya diniatkan untuk mengikuti sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dan untuk membahagiakan teman-teman dan para undangan.

4.       Tidak memaksa-maksakan diri untuk mengundang tamu, Hadits Sahabat Anas, “Ada suatu ketika kami berada di sisi sahabat Bilal, beliau berkata, ‘kami dilarang memaksa diri sendiri’”. (HR. Ahmad).
Paling nyaman hidup adalah menjadi diri sendiri tidak meniru-niru orang lain untuk selevel dengan dirinya. Tidak diperkenankan pula berhutang dalam rangka untuk menyediakan makanan yang tidak dia mampu menghidangkannya kepada para undangan dan para tamunya.

5.       Jangan membebani tamu untuk membantu Anda yang berhubungan dengan urusan persiapan hidangan (dimana urusan itu tidak pantas untuk dilakukan tamu).

6.       Jangan menampakkan kejenuhan kepada tamu Anda tetapi tampakkanlah kegembiraan atas kedatangannya dengan berwajah manis dan gembira ria. Maka diperkenankan bagi tuan rumah untuk memberikan waktu berkunjung dan lamanya waktu berkunjung kepada para undangan untuk tidak menampakkan ketidak siapan tuan rumah termasuk juga penampilan baik fisik maupun nonfisik. Bila waktu sudah ditentukan habis, tamu masih belum pulang juga tuan rumah boleh memberikan isyarat untuk disudahi pertemuannya.

7.      Hendaklah segera menghidangkan makanan untuk tamu bila memang undangannya adalah undangan makan-makan (yang terkait dengan penyediaan hidangan).

8.       Jangan tergesa-gesa untuk mengangkat hidangan sebelum tamu selesai menikmatinya. Bahkan usahakan bila kita mengundang para tamu untuk memakan hidangan, tuan rumah haruslah menyelesaikan santapannya terakhir setelah para tamu undangan sudah menyelesaikan santapannya.

9.       Disunnahkan mengantarkan tamu hingga pintu keluar rumah ini menunjukkan penerimaan tamu yang baik atas tamu yang diundang.
B.      Etika Bertamu Bagi Tamu/Undangan
1.       Hendaklah memenuhi undangan dan tidak terlambat darinya kecuali ada udzur berdasarkan hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam, “Barang siapa yang diundang walimah atas kalian untuk datang, maka hendaklah kalian memenuhinya.” (HR.Muslim).
Hendaklah datang tepat waktu, begitu juga dengan yang mengundang tatkala waktu ditentukan, maka harus dimulai acara tepat waktu. Baik sedikit ataupun banyak yang hadir hendaknya memulai acara atas undangan tersebut tepat waktu. Karena bila tidak dimulai tepat waktu dapat mendzolimi orang-orang yang telah hadir tepat waktunya.

Udzur yang dapat menggugurkan kewajiban memenuhi undangan:
1.       Terlalu Jauh tempatnya dan tidak memiliki waktu dan biaya
2.       Undangan umum, adalah undangan yang tidak khusus ditujukan kepada dirinya melainkan secara umum disebutkan (seperti undangan untuk Jamaah masjid).
3.       Adanya keperluan penting seperti bekerja atau memenuhi undangan wajib yang lainnya yang lebih dahulu atas dia.

2.       Hendaknya tidak membedakan antara undangan orang fakir dengan undangan orang kaya karena. Tidak boleh pula menentukan tempat khusus atau makanan khusus antara orang fakir dan orang kaya begitu pula saat waktu-waktunya.

3.       Jangan tidak hadir sekalipun sedang berpuasa, melainkan hadirlah tepat pada waktunya. Sebagaimana hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dari Sahabat Jabir r.a, “Barang siapa yang diundang untuk jamuan dan dia dalam keadaan puasa, maka hendaklah Ia menghadirinya. Bila ia ingin berbuka dia makan dan jika tidak maka tidak mengapa.” (HR. Ibnu Majjah disahihkan oleh Al-Albani).
          Apabila memang kita benar-benar diundang untuk makan dan kita dituju secara khusus memang untuk menikmati hidangannya sedangkan kita berpuasa (Sunnah), maka utama untuk dibatalkan dan memakan hidangannya untuk meredam kekecewaan Si Tuan Rumah.

4.       Jangan terlalu lama dalam bertamu karena ini memberatkan Tuan Rumah, begitu pula jangan tergesa-gesa datang karena akan menyebabkan Tuan Rumah kaget atas kedatangannya.
          Terkadang Tuan Rumah memiliki rencana persiapan yang dia persiapkan, maka bila tergesa-gesa datang akan menyebabkan Tuan Rumah pun juga tidak siap dalam perisapannya menyambut dia. Maka apabila kita harus datang awal kita siap menunggu Tuan Rumah menyiapkan hidangannya.

5.       Bertamu tidak boleh lebih dari tiga hari kecuali Tuan Rumah memintanya untuk tinggal lebih dari itu.

6.       Hendaknya pulang dengan hati lapang dan memaafkan apa saja yang terjadi pada Tuan Rumah.

7.       Hendaknya mendoakan yang mengundangnya seusai menyantap hidangannya dengan doa yang diajarkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam[1].


[1] Rujuk Kitab Hisnul Muslim.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Suara Nada Islami

0 komentar:

Posting Komentar

Kolom Komentar

Livechat