GUNUNG
LEGENDARIS DI JAWA TIMUR – INDONESIA
Adalah
Gunung Bromo, dikatakan Gunung Berapi legendaris di Propinsi Jawa Timur.
Terletak di Pegunungan Tengger khususnya di tengah kaledra pegunungan Tengger
yang dahulu konon diprediksi sebagai gunung berapi terbesar Se Pulau Jawa dan
kedua di Indonesia setelah Gunung Tambora. Kemudian terjadi letuan dahsyat dan
membentuk kaledra super besar dengan gurun pasir di tengahnya.
Dalam
Wikipedia Indonesia dijelaskan bahwa Gunung Bromo berasal dari kata Gunung
Brahma[1],
dimana Brahma dalam agama Hindu adalah salah satu tokoh yang diutamakan. Dinamakan
secara ke-Hinduan karena gunung ini dikenal sejak jaman Majapahit sebagai
gunung yang cukup fantastis dan memiliki nilai keindahan tersendiri. Selain
itu, sejak Majapahit diserang oleh kerajaan Demak dan hancur karena tidak bisa
mempertahankan serangan, juga banyak sekali pemberontakan pada internal
kerajaanNya, banyak masyarakat Majapahit yang lari di kedua arah. Pelarian
pertama ke arah Bali, dimana mereka banyak aliran Hindu Dharma, sedangkan arah
kedua adalah ke Pegunungan Tengger, dimana mereka adalah Hindu dengan aliran
Dharma yang moderat, artinya mereka fleksibel dalam menerima ajaran Budha yang
saat itu juga agama resmi negara. Sedangkan ada sebagian kecil masyarakat
beragama Budha Jawa (Alkulturasi Hindu dan Budha) yang lari ke wilayah Ngadas.
Karena
Islam tidak membolehkan mengejar mereka yang lari, akhirnya mereka diberikan
kebebasan untuk membentuk koloni dan budaya serta bahasa sendiri. Kemudian
mereka membuat sebuah tradisi dan kepercayaan tersendiri terkait dengan Gunung
Bromo, padahal sebelumnya, gunung yang mereka kenal adalah Gunung Semeru karena
cukup tinggi dan sangat dahsyat letusan serta fenomenanya. Maka mereka kenal
Gunung Semeru sebagai Gunung Para Dewa, namun setelah mereka lebih dekat kepada
Gunung Bromo dan mengenalnya, mereka menyebut Gunung Bromo sebagai Saudara
Gunung Semeru.
Gunung
Bromo merupakan salah satu Gunung Aktif di Indoensia dengan ketinggian 2.329
mdpl. Gunung ini berada dalam kawasan dan pengawasan Pegunungan Tengger yang sekarang
lebih dikenal sebagai kawasan Taman Nasional Bromo, Tengger, Semeru (TNBTS).
Dimana kawasan ini tidak asing lagi bagi para wisatawan baik domestik maupun
manca negara.
Gunung
Bromo memiliki sebuah kawah yang aktif dan mengepulkan asapnya, diameter kawah
Gunung Bromo selebar kurang lebih 800 meter (diukur dari arah Utara – Selatan)
dan kurang lebih 600 meter (diukur dari arah Timur – Barat). Gunung Bromo
mempunyai daerah bahaya dengan lingkaran selebar kurang lebih 4 KM2.
Sebelum tahun 2005 Kawah Gunung Bromo memiliki genangan air yang sangat
mendidih dengan kandungan sulfur yang sangat tinggi. Semenjak letusan tahun
2005 air tersebut tersemburat keluar dari kawah kepundan hingga akhirnya kawah
Gunung Bromo tidak lagi memiliki air dan yang tersisa hanyalah kawah berbentuk
sumur yang terus mengeluarkan asap belerang.
Gunung
Bromo sangat terkenal hingga mancanegara, wisatawan domestik pun tidak kalah
banyak dengan mancanegara. Untuk naik ke puncak Gunung Bromo tidak perlu
memiliki keterampilan khusus pendakian dan bisa didaki oleh siapapun baik dia
profesional dalam mendaki gunung (hiking) maupun masih amatir. Fihak
TNBTS dan masyarakat sudah menyediakan anak tangga sekitar kurang lebih seribu
anak tangga untuk mencapai puncak, dan disediakan tempat istirahat bagi mereka
yang akan beristirahat di tengah-tengah tangga. Juga disediakan tempat untuk
pedagang yang memperjualbelikan minuman dan makanan ringan, namun dengan harga
yang cukup mahal dari tempat lainnya. Harga yang mahal ini tentu tidak ada
apa-apanya dibandingkan keindahan yang didapatkan di Gunung Bromo maupun
capeknya memanggul barang dagangan ke kawasan lereng gunung.
Di
sebelah Gunung Bromo, terdapat gunung yang menjulang dan tidak memiliki kawah.
Gunung ini dinamakan oleh masyarakat Tengger dengan nama Gunung Bathok. Gunung
ini tidak dinamakan sebagai nama para Dewa mereka sebagaimana Bromo dan Semeru
(Mahameru), namanya pun terkesan jauh dari kisah pewayangan dan dari kisah
mitos para dewa. Karena Gunung Bathok tidak memiliki kawah, tampak hijau dan
tidak seseram Bromo bila dipandang. Secara mitos pun Gunung Bathok dikatakan
terlahir jauh setelah Gunung Bromo terbentuk, walau tentu Allah-lah yang lebih
mengetahuinya.
Legenda Gunung
Bromo dan Nama-nama yang Terkait
Gunung
Bromo dikatakan sebagai salah satu Gunung Legendaris di Indonesia khususnya di
Jawa Timur karena banyak nama-nama yang didapatkan dari bagian gunung ini atau
masyarakatnya adalah nama dari kisah cerita/mitos yang sering disampaikan leluhur
mereka semenjak dahulu kala.
Legenda Nama
Tengger pada Masyarakat Kawasan Gunung Bromo
Masyarakat
sekitar Gunung Bromo membentuk suku tersendiri dengan nama Suku Tengger, mereka
memiliki kebudayaan, bahasa dan tradisi tersendiri yang terlepas dari Suku
Jawa, walaupun mereka mengenal dan bisa berbahasa Jawa.
Tengger,
berasal dari dua kata yang terpisan yaitu Teng dan Ger. Kata ini
berasal dari Rara Anteng (dibaca Roro Anteng) yang berarti anak
perempuan yang tenang karena saat lahir bayi Rara Anteng tidak menangis sama
sekali dan Jaka Seger (dibaca Joko Seger) yang berarti lelaki yang
perkasa, sebab tatkala lahir dari rahim ibunya badannya kekar perkasa dan
tangisannya sangat kuat. Kedua orang inilah yang diklaim oleh masyarakat sebagai
penduduk pertama yang menurunkan keturunan orang-orang Tengger saat ini. Walaupun
tidak ada bukti konkrit adanya keberadaan situs Rara Anteng dan Jaka Seger,
baik berupa kuburan, candi, artefak, maupun prasasti yang tertulis, namun kisah
ini menjadi sangat dikenal dan legendaris di Indonesia.
Legenda
Terbentuknya Kaledra Pegunungan Tengger (Lautan Pasir)
Legenda
yang beredar di masyarakat pun banyak variasinya, namun yang termasyhur adalah
kisah cinta antara Rara Anteng dan Jaka Seger yang kemudian membentuk nama-nama
tempat dan legenda wilayah di kawasan Gunung Bromo.
Tersebutlah
dua insan bernama Rara Anteng yang sangat cantik jelita mulai tumbuh subur di
usia balighnya, banyak lelaki yang melamarnya namun Rara Anteng pun belum
berkenan menerima para pelamarnya. Datanglah Jaka Seger untuk melamar Rara
Anteng, karena dikisahkan bahwa Jaka Seger adalah anak seorang Brahmana yang
cukup disegani maka dia pun mencoba melamar Rara Anteng.
Belum
sempat Rara Anteng menjawab lamaran Jaka Seger, datanglah raksasa yang turut
melamar Rara Anteng. Rara Anteng pun berfikir sejenak untuk menolak lamaran
raksasa yang terkenal jahat ini, penolakan yang tidak terkesan menolak namun
membuat raksasa pergi untuk selamanya. Akhirnya Rara Anteng mengajukan syarat
khusus, dia bersedia untuk menerima lamaran raksasa dengan syarat Si Raksasa
harus membuat kolam besar untuk mandi suci para putri masyarakat Tengger dan
Majapahit secara keseluruhan, kolam tersebut harus mengitari Gunung Brahma
dengan luas yang sama pula dengan besarnya gunung Brahma. Namun kolam itu harus
selesai dibuat hanya dalam waktu satu malam, yaitu pada saat matahari terbenam
pada hari itu hingga terbit fajar keesokan harinya
Syarat
pun dilaksanakan oleh Raksasa. Karena kesaktiannya, pada tengah malam kolam itu
sudah hampir jadi. Raksasa hanya mengeruk dengan semangkuk Bathok (tempurung) Kelapa
raksasa, hanya dalam waktu setengah malam kolam itu pun sudah hampir siap.
Tingga pinggir-pinggirnya dan pengisian dengan air suci. Melihat kemajuan yang
pesat dari proyek kolam pemandian suci para putri Majapahit, maka Rara Anteng
pun membuat akal busuk kepada raksasa itu. Dia kumpulkan seluruh wanita Tengger
untuk membakar kayu, jerami, serta apapun yang dapat dibakar dari arah Sebelah
Timur. Hingga dibakarlah semua bahan bakar dengan nyala api yang sangat terang
benderang, alu dipukulkan ke lumpang, dan ayam pun berkokok seakan fajar telah
menyingsing.
Sayang
saat itu belum ada arloji, sehingga sang raksasa dengan mudahnya terpancing
situasi dan menganggap bahwa saat itu adalah benar-benar fajar telah terbit.
Dia pun dengan sangat marah meninggalkan proyeknya begitu saja dan melempar
Bathok Kelapa yang dia gunakan untuk menggali kolam. Walhasil Bathok kelapa itu
pun lama-lama ditumbuhi tanaman vegetasi dan jadilah dia seperti bukit (padahal
bukit betulan itu, komposisinya bukan Bathok Kelapa kok ^-^ ). Bukit tersebut
hingga kini diberi nama Bukit Bathok atau masyarakat sering menamakan sebagai
Gunung Bathok.
Legenda Asal
Mula Yadnya Kasada
Rara
Anteng dan Jaka Seger mengarungi bahtera rumah tangga, sekian lama belum juga
diberikan keturunan. Keyakinan Animisme dan Dinamisme saat itu menyatakan bahwa
mereka harus melakukan semedhi. Dikisahkan dalam mitosnya, bahwa semedi Jaka
Seger pun diijabahi, mereka akan mendapatkan 25 orang anak dengan prasyarat
yang sangat berat yaitu mengorbankan anak bungsunya.
Lahirlah
anak-anak dari rahim Rara Anteng dengan lancar hingga anak ke-24. Sampailah
masa, kemudian Rara Anteng pun diberikan anak terakhir yaitu ke-25. Tetapi
namanya orang tua, mereka pun berniat mangkir dari niatannya untuk mengorbankan
nyawa anak ke-25 nya. Akhirnya muncullah suara menggelegar dari Kawah Bromo dan
jilatan apinya memakan anak ke-25 nya hingga dia terbawa dan masuk ke dalam kawah
Bromo.
Dari
kisah ini, Jaka Seger dan Rara Anteng “bertaubat” dan berjanji untuk memberikan
terus sesaji pada tiap akhir tahun. Dimana dalam masyarakat Tengger akhir Tahun
adalah pada Bulan Kasada. Maka sampai saat ini acara Kasada ini menjadi rutinitas
tiap tahun yang “memaksa setiap penduduk Tengger” walaupun mereka sudah mualaf
dan seharusnya meninggalkan tradisi itu.
Tentu
sebagai seorang Muslim, kita tidak diperkenankan meyakini legenda yang bersifat
mitos tersebut. Adapun penamaan Tengger tidak dikaitkan dengan Rara Anteng dan
Jaka Seger, namun asal kata Tengger sebenarnya berasal dari Tetengger yang
artinya tempat tinggal. Bila pun ada sosok yang bernama Rara Anteng dan Jaka
Seger, itu hanyalah simbol masyarakat yang ingin tempat tinggalnya tenang dan
subur.
Adapun
lautan pasir, Gunung Bathok, Semeru dan juga bukit-bukit Teletubbies merupakan
ciptaan Allah Ta’ala. Dimana tiada seorangpun yang mengetahui bagaimana proses
terbentuknya karena mereka diciptakan jauh hari sebelum manusia diturunkan ke
Bumi. Adapun upacara Kasada, adalah upacara yang dimiliki agama selain Islam
dimana umat Islam tidak diperkenankan mengikutinya karena sudah memasuki ranah
keyakinan, pun demikian tidak juga diperkenankan untuk menontonnya. Namun tidak
pula diperkenankan untuk mengganggu mereka karena akan berdampak lebih besar
kerusakaannya, biarlah Allah yang menangani mereka. Karena
pengorbanan/sesuguhan bumi yang diterjunkan di kawah Gunung Bromo itu bukanlah
terkait dengan anak Rara Anteng dan Jaka Seger yang diminta dewa, melainkan
memang itu tradisi mereka semenjak dahulu dimana hasil bumi dibuang ke
tempat-tempat yang mereka keramatkan dengan mitos yang mereka buat. Seperti
Laut Selatan, Gunung Bromo, Larung Sungai Brantas, dan sebagainya.
Sehingga
bila kita ingin berwisata, niatkan wisata untuk tadzabbur alam atau merenungkan
betapa kuasa Allah menciptakan segalanya dengan sempurna tanpa sia-sia.
Sehingga kita bisa mensyukuri bagaimana nikmatnya ber-Islam sedangkan mereka
yang belum diberi hidayah begitu berat terasa oleh mereka apa yang harus mereka
pikul bebannya di dunia maupun akherat. Allahu a’lam.
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Suara Nada Islami
0 komentar:
Posting Komentar